(0362) 3301559
inspektoratdaearah@bulelengkab.go.id
Inspektorat Daerah

Menjadi Konsultan Profesional, Siapkah?

Admin inspektoratdaerah | 31 Juli 2015 | 2559 kali

MENJADI KONSULTAN PROFESIONAL, SIAPKAH...

Hal yang terbesit pertama kali dibentuk penulis saat mendengar kata konsultan professional? Penampilan rapi, cerdas, dan fasih berbahas inggris. Jika ia seorang pria, maka dasinya akan matching dengan kemejanya, dana apabila ia wanita, ber-high heels minimal 5 cm, dengan setelab blazer yang chic. Tepatnya itu merupakan gambaran tentang konsultan professional ketika penulis masih duduk di bangku SMA. Tapi siapa yang menduga, BPKP kemudian menjalani peran consulting selain assurance sebagai internal auditor pemerintah. Sehingga, penulis dan di dalamnya, seketika harus juga berperan sebagai konsultan.

Definisi konsultan menurut kamus Wikipedia adalah seorang tenaga kerja professional yang menyediakan jasa penasihatan dalam bidang keahlian tertentu. Menurut The Insituti Of Internal Auditors (IIA), kegiatan consulting bersifat pemberian nasehat dan umumnya dilaksanaakan atas permintaan spesifik dari klien. Sifat dan ruang lingkup consulting, tergantung kesepaktn dengan klien. Consulting umumnya melibatkan dua pihak orang atau kelompok yang menawarkan nasehat (internal audit), orang atau kelompok yang membutuhkan atau menerima nasihat (klien).

Layaknya penasihat tentu harus memiliki kemampuan lebih dari orang yang dinasihati. Apa bedanya dengan audit, bukankah auditor harus memiliki kompetensi juga untuk memberikan suatu rekomendasi? Tentu saja, namun satu hal perlu diingat,hubungan auditor dengan auditan jauh berbeda dengan hubungan konsultan dengan klien.

Penulis mengutip 10 Traits Of aGreat Consultant (Ross and Mukherjee,2013) yang dirangkum menjadi 6 poin:

· Have self-confidence.

Memiliki kepercayaan diri adalah mutlak sebagai konsultan. Logikanya, bagaimana klien mempercayai kita kalau kita sendiri tidak merasa yakin dengan kemampuan diri sendiri. Sayangnya, di lapangan kerap dijumpai rekan-rekan auditor yang tidak percaya diri, baik dalam berkomunikasi, berpresentasi ataupun dalam mengemukakan argumennya.

- Have a good understanding of the business and of themselves.

Terkait dengan point sebelumnya salah satu penyebabnya adalah ketidakpahaman mengenai permasalahan yang dikonsultasikan atau ditanyakan. A consultant has theoretical and practical knowledge. Disini mulai terlihat beratnya menjadi konsultan, seolah-olah ketidaktahuan adalah suatu aib. Menjadi konsultan adalah knowledge worker, konsekuensinya harus update dengan pengetahuan dan keterampilan baru di bidangnya. Kemampuan untuk belajar secara mandiri mutlak diperlukan. Jarang dijumpai rekan-rekan auditor yang mau membeli buku atau menyempatkan waktunya, browsing, untuk memperdalam pengetahuan.

· Have the ability ti simplify and explain a problem.

Konsultan adalah problem solver, konsultan adalah part of solution. Tugas konsultan adalah meringankan beban klien, bukan malah menambah beban karena konsultan sejatinya bukan part of the problem. Dalam berkomunikasi dengan klien, konsultan harus menggunakan kacamata klien, tidak menggunakan bahasa “planet” yang membuat klien menjadi pusing, sehingga solusi dapat diperoleh. Pernak penulis menjumpai, rekan auditor terlalu teknis dan “njelimet” menguraikan formulir Risk manajement tanpa menyadari audience yang berlatar belakang dari berbagai ilmu pengetahuan seperti hokum, teknik dan lainnya, duduk dibelakan dengan mengernyitkan kening.

· Have more than one solution to a problem.

Kreatif dan inovatif adalah senjata konsultan dalam menhadapi lingkungan yang heterogen dan dinamis. Dalam memberikan suatu asistensi pada BUMN yang keran penulis lakukan, pendekatan yang dilakukan harus berbeda pula, sehingga tujuan bimtek itu sendiri dapat tercapai. Bagaimana menghadapi BUMN yang serba paperless dengan BUMN yang masih menganggap computer adalah pekerjaannya orang IT, Tentu berbeda. Bagaimana menghadapi BUMN yang sebagian pekerjaannya adalah orang-orang lapangan dengan BUMN yang pekerjanya di belakang meja, tentu berbeda pula. One size fits all, tentu tidak berlaku. Dilapangan seringkali rekan auditor tidak memiliki terobosan jika menemui suatu kendala sehingga solusinya adalah memperpanjang waktu penugasan.

· Be a good listener

Untuk memahami suatu kebutuhan klien, konsultan harus menjadi pendengar yang baik. Terbiasa menjadi auditor yang harus didengarpendapatnya oleh auditor, membutuhkan waktu untuk mengubah kebiasaan tersebut. Bahkan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak relevan, konsultan juga harus rela menyediakan waktunya. Ini pentingnya interpersonal skills. Penulis pernah mengalami kejadian tersebut ketika tugas kecabang salah satu BUMN. Pegawai disana kemudian “curhat” panjang lebar tentang kondisi mereka, bahkan, sebagian terlihat emosi.

· Be a team player

Hubungan konsultan dengan klien adalah sebuah team, yang mendahulukan kepentingan klien. Dalam mempertimbangkan hari dan tempat saat tugas keluar kota, misalnya, kecenderunganuntuk memihak pada kepentingan sendiri seharusnya dihindari. Demikian pula karena keterbatasan waktu klien rapat dengan klien harus diselenggarakan dari pagi sampai malam hari, sebagai konsultan kita harus siap melayaninya. Pertanyaan lebih lanjut adalah, apakah penulis atau rekan-rekan auditor di BPKP sanggup untuk menjadi konsultan yang profesional? Pertanyaan ini memang tepatnya diajukan kepada klien BPKP. Kalau boleh jujur pada diri sendiri, sudahkah kita menjadi konsultan yang baik? Dengan poin yang ada di atas seberapa banyaknya yang sudah kita penuhi? Lebih dari 3, 5 atau 7?

Tepatkah alasannya kalau kita beragumen:factor-faktor yang ada apakah sudah mendukung kita untuk menjadi konsultan yang professional? Kutupan sederhana ini layak disimak: “Consultant not only someone who borrows your watch, tells you the time, but also charge you for the priviledge.”

 

 

Warta Pengawasan Vol xx no.4 Desember 2013, hal 70-71, oleh Yunita Meldasari