(0362) 3301559
inspektoratdaearah@bulelengkab.go.id
Inspektorat Daerah

AUDITOR DAN FUNGSIONAL AUDITOR PEMERINTAH

Admin inspektoratdaerah | 19 Mei 2016 | 52736 kali

AUDITOR DAN FUNGSIONAL AUDITOR PEMERINTAH

Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi.

Jenis Auditor

 

Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

 

1.       Auditor Pemerintahadalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia, auditor pemerintah dapat dibagi menjadi dua yaitu:

  • Auditor Eksternal Pemerintahyang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) sebagai perwujudan dari Pasal 23E ayat (1) Undang-undang Dasar 1945yang berbunyi Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.. ayat (2) Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,sesuai dengan kewenangannya. Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada pemerintah, sehingga diharapkan dapat bersikap independen.
  • Auditor Internal Pemerintahatau yang lebih dikenal sebagai Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah(APFP) atau dikenal dengan istilah lain Aparat Pengawasan Inter Pemerintah (APIP) yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan(BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen/ LPND, dan Inspektorat Daerah.

2.       Auditor Internmerupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaandan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.

 

3.       Auditor Independen atau Akuntan Publikadalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuanganyang diterbitkan oleh perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka, yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan juga perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik(KAP).

 

Namun, Arens & Loebbecke dalam bukunya Auditing Pendekatan Terpadu yang diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, menambahkan satu lagi jenis auditor, yaitu:

 

  • Auditor Pajak. Direktorat Jenderal Pajak(DJP) yang berada dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggungjawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukumdalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP dilapangan adalah Kantor Pelayanan Pajak(KPP) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak(Karikpa). Karikpa mempunyai auditor-auditor khusus. Tanggungjawab Karikpa adalah melakukan audit terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan.

 

Tanggung Jawab Auditor

 

The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab auditor:

 

a.       Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.

  1. Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
  2. Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
  3. Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
  4. Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

 

Opini Auditor

 

Munawir (1995) terhadap hasil audit memberikan beberapa pendapat sepotong-sepotong auditor, antara lain:

 

  • Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Pendapat ini hanya dapat diberikan bila auditor berpendapat bahwa berdasarkan audit yang sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan adalah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum(PABU), tidak terjadi perubahan dalam penerapan prinsip akuntansi (konsisten) dan mengandung penjelasan atau pengungkapan yang memadai sehingga tidak menyesatkan pemakainya, serta tidak terdapat ketidakpastian yang luar biasa (material).
  • Pendapat Wajar Dengan Pengecualian. Pendapat ini diberikan apabila auditor menaruh keberatan atau pengecualian bersangkutan dengan kewajaran penyajian laporan keuangan, atau dalam keadaan bahwa laporan keuangan tersebut secara keseluruhan adalah wajar tanpa kecuali untuk hal-hal tertentu akibat faktor tertentu yuang menyebabkan kualifikasi pendapat (satu atau lebih rekening yang tidak wajar).
  • Pendapat Tidak Setuju. Adalah suatu pendapat bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil operasi seperti yang disyaratkan dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum(PABU). Hal ini diberikan auditor karena pengecualian atau kualifikasi terhadap kewajaran penyajian bersifat materialnya (terdapat banyak rekening yang tidak wajar).
  • Penolakan Memberikan Pendapat. Penolakan memberikan pendapat berarti bahwa laporan audit tidak memuat pendapat auditr. Hal ini bisa diterbitkan apabila: auditor tidak meyakini diri atau ragu akan kewajaran laporan keuangan, auditor hanya mengkompilasi pelaporan keuangan dan bukannya melakukan audit laporan keuangan, auditor berkedudukan tidak independent terhadap pihak yang diauditnya dan adanya kepastian luar biasa yang sangat memengaruhi kewajaran laporan keuangan.
  • Pendapat Sepotong-sepotong. Auditor tidak dapat memberikan pendapat sepotong-sepotong. Hasil auditnya hanya akan memberikan kesimpulan bahwa laporan keuangan yang diaudit secara keseluruhan.

 

Auditor Sistem Informasi

 

Seiring dengan perkembangan teknologi informasimaka berkembang pulalah suatu keahlian dalam profesi auditor, yaitu auditor sistem informasi. Hal ini didasari bahwa semakin banyak transaksi keuangan yang berjalan dalam sebuah sistem komputer. Maka dari itu perlu dibangun sebuah kontrol yang mengatur agar proses komputasi berjalan menjadi baik. Saat ini auditor sistem informasi umumnya digunakan pada perusahaan-perusahaan besar yang sebagian besar transaksi berjalan secara otomatis. Auditor sistem informasi dapat berlatar belakang IT atau akuntansi tentunya dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Fungsional Auditor

Jabatan Fungsional Auditor muncul pertama kali pada tahun 1996 melalui Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. Instansi Pemerintahyang pertama kali menerapkan JFA adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan(BPKP). Sebelum lahirnya JFA, di BPKP telah dikenal adanya Pejabat Pengawas Keuangan dan Pembangunan (PKP) yang telah dirintis sejak tahun 1983.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19/1996, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditetapkan sebagai Instansi Pembina JFA di lingkungan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Ruang lingkup pembinaan JFA di lingkungan APIP tersebut meliputi BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen,Inspektorat Utama/Inspektorat Kementerian/LPND, dan unit kerja pemerintah lainnya yang melaksanakan tugas pengawasan intern serta Badan Pengawas (Inspektorat) Provinsi/Kabupaten/Kota.

Penerapan JFA mulai merambah ke instansi pengawasan lain seperti di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen/LPND pada tahun 2000 dan selanjutnya pada tahun 2003 mulai muncul di lingkungan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda / Inspektorat Daerah). Dengan penerapan JFA tersebut diharapkan akan tercipta profesionalismedi bidang pengawasan.

Jenjang Jabatan

Jenjang jabatan yang ada dalam JFA terdiri dari :

  1. Auditor Trampil
    1. Auditor Pelaksana
    2. Auditor Pelaksana Lanjutan
    3. Auditor Penyelia
  2. Auditor Ahli
    1. Auditor Pertama
    2. Auditor Muda
    3. Auditor Madya
    4. Auditor Utama

 

Mekanisme Pengangkatan

Pengangkatan seorang pegawai negerike dalam Jabatan Fungsional Auditor dapat dilakukan melalui tiga mekanisme yaitu:

  1. Pengangkatan pertama
  2. Pengangkatan perpindahan
  3. Pengangkatan inpassing

Selain harus memenuhi beberapa persyaratan administratif, seorang pegawai negeri yang akan diangkat ke dalam Jabatan Fungsional Auditor diharuskan untuk lulus Ujian Sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor sesuai dengan jenjang jabatan yang akan didudukinya.

Kompetensi PFA

Sebagai sebuah profesi, maka kompetensiseorang Pejabat Fungsional Auditor diukur dari beberapa aspek yaitu:

  1. Pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan dan pelatihan yang diikuti.
  2. Pengalaman pengawasan yang ditunjukkan melalui besaran angka kredit yang berhasil dikumpulkan dalam satu periode waktu. Perolehan angka kredit tersebut akan dinilai secara reguler tiap semester.

PFA dalam melaksanakan tugas pengawasan selain ditentukan oleh jenjang jabatan yang didudukinya juga ditentukan oleh peran yang diembannya yaitu peran Pengendali Mutu, Pengendali Teknis, Ketua Tim atau Anggota Tim. Penentuan peran tersebut disesuaikan dengan sertifikasi yang telah dimiliki Pejabat Fungsional Auditor.

Pembinaan atas kompetensi Pejabat Fungsional Auditor dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) yang meliputi dua jenis diklat, yaitu:

  1. Diklat sertifikasi auditor yaitu diklat dalam rangka persiapan sertifikasi
  2. Diklat teknis substantif yaitu diklat yang berkaitan dengan tupoksi Pejabat Fungsional Auditor yang bersangkutan dan kebutuhan organisasi
Download disini